Mendito

 2 minggu yang lalu terjadi hal yang cukup membuat hidup saya berhenti sesaat, No saya tidak sedang sekarat, tetapi masalah itu membuat saya memikirkan kembali keberadaan saya di dunia ini. Masalahnya cukup pelik, menguras waktu dan energi setiap orang yang terlibat di dalamnya dan masalah ini melibatkan banyak sekali orang di dalamnya.

Dalam kondisi emosi, seringkali kita kehilangan kontrol terhadap apapun yang akan kita lakukan, kita cenderung mengikuti ego hanya agar pihak yang berseberangan dengan kita mengakui kebenaran versi kita, tetapi jarang sekali kita berpikir apakah tindakan yang kita lakukan menyakiti diri sendiri bahkan menyakiti manusia lain. Dalam kondisi emosi, mudah sekali kita terbutakan oleh situasi, dari kondisi kita terdzolimi menjadi mendzolimi, Naudzubillahi min dzalik

Sedikit yang kita tahu bahwa emosi akan membakar amalan kita seperti api yang membakar kertas, hanya sekejap kemudian hilang dan habis tidak bersisa, akhirnya bekal akhirat kita, tabungan amal kita kembali kosong

Dalam kondisi emosi, usahakan sebisa mungkin untuk diam, tidak berucap apapun, tidak bertindak apapun dan dekatkanlah diri kepada Allah. Karena tidak semua hal mampu kita selesaikan, tidak semua hal mampu kita jelaskan, tindakan ini yang dalam istilah jawa disebut Mendito. Mendito itu intinya kita memisahkan diri dari riuhnya dunia, menarik diri untuk dapat memahami diri sendiri lebih dalam dan ini sangat membantu kita memahami esensi permasalahan yang kita alami. Dengan mendito kita punya waktu untuk mencerna apa yang sesungguhnya terjadi pada akhirnya kita akan menemukan akar permasalahannya.

Karena pada akhirnya hidup itu sementara, kita tidak bisa mengontrol segala hal di luar diri kita. pilihannya kita bereaksi dan mau dimanipulasi hal yang mendatangi kita termasuk masalah atau kita mau menarik diri sebentar dan menyelami pikiran kita sendiri, menimbang2 tindakan kita lebih banyak manfaatnya atau mudharatnya, simpelnya seperti melihat diri sendiri tapi dari kacamata orang lain, karena kita kita emosional kita itu menyatukan diri dengan perasaan marah, ketika kita mengambil jeda, kita melihat lagi apa yang membuat kita marah, menalar lagi perasaan marah dan itu sangat membantu

Saya mencoba mempraktekan ini dan menurut saya, ini menenangkan hati saya, semua masalah tidak langsung selesai tentunya, tapi saya punya kelapangan hati untuk menerima yang terjadi. Setidaknya ketika kita mampu memahami diri kita, kita mampu mengendalikan diri dalam melewati permasalahan hidup kita

Tangerang, Syawal 1444 H

Tidak ada komentar:

Posting Komentar